Selamat Datang di Sangkuriang Mania

Senin, 12 Agustus 2013

Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Lele Sangkuriang



Penetasan telur merupakan salah satu kegiatan pembenihan yang bertujuan untuk mendapatkan larva. Keberhasilan penetasan telur dan pemeliharaan larva akan sangat menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan ikan. Hal ini disebabkan karena larva merupakan salah satu stadia paling kritis dalam siklus hidup ikan.

Beberapa faktor yang menyebabkan pemeliharaan larva memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dalam pembenihan ikan antara lain adalah:

  1. larva memiliki tubuh dan bukaan mulut yang kecil, sehingga dalam pemberian pakan dan pengelolaan lingkungannya relatif sulit;
  2. larva membutuhkan pakan alami, sementara itu kegiatan kultur pakan alami juga mengalami tingkat kesulitan yang cukup tinggi.

Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor – faktor yang mendukung dalam keberhasilan pemeliharaan larva, seperti padat penebaran pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air dan pemberian pakan yang benar.

Identifikasi Kebutuhan Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Beberapa hal penting yang harus diidentifikasi dalam kegiatan penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah :

  1. Penyesuaian kondisi suhu air media penetasan telur, mulai dari pengukuran kondisi suhu awal sampai dengan pengkondisian penyesuaian suhu yang dibutuhkan. Pemilihan metode pengkondisian penyesuaian suhu yang akan digunakan dan jenis peralatan yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan.
  2. Penyediaan oksigen terlarut pada air media penetasan telur, mulai dari pengukuran oksigen terlarut awal sampai penyediaan oksigen terlarut yang sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan cara penyediaan oksigen terlarut yang akan digunakan dan jenis peralatan yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan.
  3. Pencegahan kelebihan amoniak terlarut dalam air media penetasan telur akibat dari proses pembusukan cangkang telur dan telur yang tidak menetas. Pemilihan cara penanganannya dan jenis peralatan yang dibutuhkan disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan keamanan.
  4. Pengelolaan kualitas air saat pemeliharaan larva, baik suhu, oksigen terlarut, maupun amoniak. Mulai dari pengukuran parameter kualitas air sampai dengan pengendaliaanya, disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan keamanan.
  5. Pemberian pakan larva awal, meliputi : kapan larva bisa mulai diberi makan, jenis dan bentuk pakan apa yang cocok untuk diberikan, dosis dan frekuensi pemberian pakannya.

Proses Kegiatan Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

  1. Telur hasil proses pemijahan secara buatan
  2. Menyiapkan media penetasan telur dan pemeliharaan larva (Penyesuaian kondisi suhu dan Penyediaan oksigen terlarut
  3. Penetasan telur (Penyiponan cangkang telur  dan Penyiponan telur yang tidak dibuahi)
  4. Pemeliharaan larva (Pengelolaan kualitas air  dan Pemberian pakan)
  5. Hasil kegiatan penetasan telur dan pemeliharaan larva (Larva sehat dengan SR 70%).


Pemeliharaan Telur dan Larva

Induk ikan lele yang telah memijah akan mengeluarkan telurnya pada keesokan harinya. Stadia telur merupakan output dari aktivitas pemijahan ikan, dimana pada saat menetas berubah menjadi stadia larva. Telur ikan lele bersifat melekat (adesif) kuat pada substrat, karena telur ikan lele tersebut memiliki lapisan pelekat pada dinding cangkangnya dan akan menjadi aktif ketika terjadi kontak dengan air, sehingga dapat menjadi rusak/koyak ketika dicoba untuk dicabut.

Kekuatan pelekatan tersebut akan menjadi berkurang sejalan dengan perkembangan telur (embriogenesis) hingga menetas. Oleh karena itu, untuk mengurangi faktor kerusakan/kegagalan telur dalam proses penetasan, induk ikan lele yang telah memijah diangkat dan dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan induk kembali.

Telur – telur ikan lele yang telah terbuahi ditandai dengan warna telur kuning cerah kecoklatan, sedangkan telur – telur yang tidak terbuahi berwarna putih pucat atau putih susu. Lama waktu perkembangan hingga telur menetas menjadi larva tergantung pada jenis ikan dan suhu. Pada ikan lele, membutuhkan waktu 18 – 24 jam dari saat pemijahan.

a. Penyesuaian kondisi suhu
Selain oksigen, faktor kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan penetasan telur adalah suhu. Sampai batas tertentu, semakin tinggi suhu air media penetasan telur maka waktu penetasan menjadi semakin singkat. Akan tetapi, telur menghendaki suhu tertentu (suhu optimal) yang memberikan efisiensi pemanfaatan kuning telur yang maksimal, sehingga ketika telur menetas diperoleh larva yang berukuran lebih besar dengan kelengkapan organ yang lebih baik dan dengan kondisi kuning telur yang masih besar. Pada ikan lele, suhu optimum yang baik untuk penetasan telur adalah sekitar 29 – 31oC.

b. Penyediaan oksigen terlarut
Selama proses penetasannya, telur – telur tersebut membutuhkan suplai oksigen yang cukup. Oksigen tersebut masuk ke dalam telur secara difusi melalui lapisan permukaan cangkang telur. Kebutuhan oksigen optimum untuk kegiatan penetasan telur ikan lele adalah > 5 mg/L. Oksigen tersebut dapat diperoleh melalu beberapa cara, yaitu

  1. memberikan aerasi dengan bantuan aerator;
  2. menciptakan arus laminar dalam media penetasan telur;
  3. mendekatkan telur kepermukaan air, karena kandungan oksigen paling tinggi berada dibagian paling dekat dengan permukaan air. Selain oksigen, untuk keperluan perkembangan, diperlukan energy yang berasal dari kuning telur (yolk sac) dan kemudian butir minyak (oil globule). Oleh karena itu, kuning telur terus menyusut sejalan dengan perkembangan embrio. Energi yang terdapat dalam kuning telur berpindah ke organ tubuh embrio. 

c. Pencegahan serangan penyakit pada telur
Telur – telur ikan lele akan menetas dalam waktu 18– 24 jam setelah pemijahan terjadi. Embrio terus berkembang dan membesar sehingga rongga telur menjadi sesak olehnya dan bahkan tidak sanggup lagi mewadahinya, maka dengan kekuatan pukulan dari dalam oleh pangkal sirip ekor, cangkang telur pecah dan embrio lepas dari kungkungan menjadi larva. Pada saat itu telur menetas menjadi larva. Untuk memperlancar proses penetasan, air sebagai media penetasan telur diusahakan terbebas dari mikroorganisme melalui beberapa upaya , yaitu

  1. mengendapkan air untuk media penetasan telur selama 3 – 7 hari sebelum digunakan;
  2. menambahkan zat antijamur seperti methylen blue , kedalam media penetasan;
  3. menyaring dan menyinari air yang akan digunakan untuk penetasan dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV);
  4. menggunakan air yang bersumber dari mata air atau sumur.

Setelah semua telur menetas, maka untuk menghindari adanya penyakit akibat pembusukan telur yang tidak menetas, kakaban/substrat tempat pelekatan telur ikan lele diangkat dari wadah penetasan dan untuk memperbaiki kualitas air pemeliharaan larva, maka dilakukan pergantian air sebanyak ¾ dari volume wadah. Pergantian air dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi air menjadi baik, sehingga layak dijadikan sebagai media pemeliharaan larva. 

d. Pengelolaan kualitas air larva
Larva yang telah menetas biasanya berwarna hijau dan berkumpul didasar bak penetasan. Untuk menjaga kualitas air, maka sebaiknya selama pemeliharaan dilakukan pergantian air setiap 2 hari sekali sebanyak 50 – 70 %. Pergantian air ini dimaksudkan untuk membuang kotoran, seperti sisa cangkang telur atau telur yang tidak menetas dan mati. Kotoran – kotoran tersebut apabila tidak dibuang akan mengendap dan membusuk di dasar perairan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan menyerang larva. Pembuangan kotoran tersebut dilakukan secara hati –hati agar larva tidak stress atau tidak ikut terbuang bersamakotoran.

e. Pemberian pakan larva
Larva ikan lele hasil penetasan memiliki bobot minimal 0,05 gram dan panjang tubuh 0,75 – 1 cm, serta belum memiliki bentuk morfologi yang definitif (seperti induknya). Larva tersebut masih membawa cadangan makanan dalam bentuk kuning telur dan butir minyak. Cadangan makanan tersebut dimanfaatkan untuk proses perkembangan organ tubuh, khususnya untuk keperluan pemangsaan (feeding), seperti sirip, mulut, mata dan saluran pencernaan. Kuning telur tersebut biasanya akan habis dalam waktu 3 hari, sejalan dengan proses perkembangan organ tubuh larva. Oleh karena itu, larva ikan lele baru akan diberi pakan setelah umur 4 hari (saat cadangan makanan didalam tubuhnya habis). Pakan yang diberikan berupa pakan yang memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva agar larva ikan lebih mudah dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan, pakan ikan juga bergerak sehingga mudah dideteksi dan dimangsa oleh larva, mudah dicerna dan mengandung nutrisi yang tinggi.

Salah satu contoh pakan yang diberikan pada saat larva ikan lele tersebut berumur 4 hari adalah emulsi kuning telur. Pada saat lele berumur 6 hari, maka dapat diberikan pakan berupa Daphnia sp (kutu air),Tubifex sp (cacing sutra) atau Artemia sp. Pakan tersebut diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 5 kali dalam sehari dan agar tidak mengotori air pemeliharaan, maka diusahakan tidak ada pakan yang tersisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar