Selamat Datang di Sangkuriang Mania

Senin, 12 Agustus 2013

Penetasan dan Penanganan Telor Lele Sangkuriang



Perkembangan embrio dimulai dari pembelahan zygote (cleavage), stadia morula (morulasi), stadia blastula (blastulasi), stadia gastrula (gastrulasi) dan stadia organogenesis.

1.  Stadia Cleavage
Cleavage adalah pembelahan zygote secara cepat menjadi unit-unit yang lebih kecil yang di sebut blastomer. Stadium cleavage merupakan rangkaian mitosis yang berlangsung berturut-turut segera setelah terjadi pembuahan yang menghasilkan morula dan blastomer.

2.  Stadia Morula
Morula merupakan pembelahan sel yang terjadi setelah sel berjumlah 32 sel dan berakhir bila sel sudah menghasilkan sejumlah blastomer yang berukuran sama akan tetapi ukurannya lebih kecil. Sel tersebut memadat untuk menjadi blastodik kecil yang membentuk dua lapisan sel.  Pada saat ini ukuran sel mulai beragam.

3.  Stadia Blastula
Blastulasi adalah proses yang menghasilkan blastula yaitu campuran sel-sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai blastocoel. Pada akhir blastulasi, sel-sel blastoderm akan terdiri dari neural, epidermal, notochordal, meso-dermal, dan endodermal yang merupakan bakal pembentuk organ-organ. Dicirikan dua lapisan yang sangat nyata dari sel-sel datar membentuk blastocoels dan blastodisk berada di lubang vegetal berpindah menutupi sebagian besar kuning telur.

4.  Stadia Gastrula
Gastrulasi adalah proses perkembangan embrio, dimana sel bakal organ yang telah terbentuk pada stadia blastula mengalami perkembangan lebih lanjut.

5.  Stadia Organogenesis
Organogenesis merupakan stadia terakhir dari proses perkembangan embrio. Stadia ini merupakan  proses pembentukan organ-organ tubuh makhluk hidup yang sedang berkembang. Dalam proses organogenesis terbentuk berturut-turut bakal organ yaitu syaraf notochorda, mata, somit, rongga kuffer, kantong alfaktori, rongga ginjal, usus, tulang subnotochord linea lateralis, jantung, aorta, insang infundibullum dan lipatan-lipatan sirip. Sistem organ-organ tubuh ( Zairin.M.J., 2002 ).

Menurut Tucker, C.S and Hargreaves, J.A. 2004 untuk penanganannya telur ikan lele biasanya telurnya dilekatkan pada substrat (kakaban). Telur yang telah menempel pada kakaban dapat ditetaskan dalam wadah budidaya disesuaikan dengan sistem budidaya yang akan diaplikasikan. Selama penetasan telur, air dialirkan terus menerus. Seluruh telur yang akan ditetaskan harus terendam air, kakaban yang penuh dengan telur diletakan terbalik sehingga telur menghadap ke dasar bak. Dengan demikian telur akan terendam air seluruhnya. Telur yang telah dibuahi berwarna kuning cerah kecoklatan, sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih pucat. Di dalam proses penetasan telur diperlukan suplai oksigen yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen terlarut dalam air, setiap bak penetasan di pasang aerasi. 

Telur akan menetas tergantung dari suhu air wadah penetasan dan suhu udara. Jika suhu semakin panas, telur akan menetas semakin cepat. Begitu juga sebaliknya, jika suhu rendah, menetasnya semakin lama.

Penetasan telur ikan lele yang dipijahkan secara semi buatan maupun alami dilakukan dengan
memisahkan induk dan telur. Setelah induk selesai memijah, telur lele yang menempel di substart (kakaban) diangkat untuk ditetaskan di bak penetasan. Induk ikan yang telah selesai memijah harus ditangkap dan dikembalikan lagi ke kolam pemeliharaan induk.

Bak penetasan telur dapat berupa kolam tembok, fiberglas, kolam terpal dan sebagainya. Bak penetasan diisi air bersih setinggi 30 – 50 cm. Air bisa berasal sumur pompa, sumur timba atau sumber air lainnya, yang penting air tersebut tidak mengandung kaporit atau zat kimia  berbahaya lainnya.

Seluruh telur yang ditetaskan harus terendam air, tentunya proses ini memerlukan kakaban. Kakaban yang penuhdengan telur diletakan terbalik sehingga telur menghadap ke dasar bak. Dengan demikian telur akan terendam air seluruhnya. Telur yang telah dibuahi berwarna kuning cerah kecoklatan,  sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih pucat.

Di dalam proses penetasan telur  diperlukan suplai oksigen yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen terlarut dalam air, setiap bak penetasan di pasang aerator.

Telur lele sangkuriang, akan menetas menjadi larva antara 18 – 24 jam dari saat pembuahan.
Sumantadinata (1983) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah :

  1. Kualitas telur. Kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan pada induk dan tingkat kematangan telur.
  2. Lingkungan yaitu kualitas air terdiri dari suhu, oksigen, karbondioksida, amonia, dll.
  3. Gerakan air yang terlalu kuat yang menyebabkan terjadinya benturan yang keras di antara telur atau benda lainnya sehingga mengakibatkan telur pecah.

Blaxter dalam Sumantadinata (1983), penetasan telur dapat disebabkan oleh gerakan telur, peningkatan suhu, intensitas cahaya atau pengurangan tekanan oksigen. Dalam penekanan mortalitas telur, yang banyak berperan adalah faktor kualitas air dan kualitas telur selain penanganan secara intensif.

Langkah Menetaskan Telur Lele Sangkuriang:

  1. Siapkan kolam penetasan, bersihkan dan keringkan.
  2. Airi kolam penetasan dengan kedalaman 40 cm.
  3. Angkat kakaban berisi telur dan cuci dengan cara menggoyang-goyangkan kakaban tersebut.
  4. Amati warna telurnya.
  5. Pindahkan kakaban yang berisi telur ke dalam kolam penetasan dengan kedalaman 10 cm. Usahakan kakaban tenggelam.
  6. Pasang aerator bila perlu. Aerator tidak perlu besar.
  7. Pindahkan Induk ikan yang berada di dalam kolam pemijahan ke dalam kolam induk.
  8. Amati kapan telur mulai menetas.
  9. Perkirakan berapa persen derajat penetasanya.
  10. Apabila telur telah menetas semua, angkat kakaban, cuci dan keringkan untuk disimpan kembali.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar