Ikan lele adalah salah satu
komoditas ikan air tawar yang banyak dikembangkan di Indonesia karena semakin
tingginya permintaan ikan lele dipasaran. Teknologi budidaya ikan ini sudah
banyak dikuasai, dan memiliki beberapa keunggulan termasuk penggunaan air yang
lebih hemat. Hal ini menyebabkan
sangat fleksibelnya lokasi yang cocok untuk budidaya lele, terutama lokasi-lokasi yang lebih
dekat dengan konsumen akhirnya. Bagaimanapun, permasalahan akan selalu ada. Hama
dan penyakit adalah salah satu masalah yang sering muncul. Penyakit yang
menjadi salah satu kendala budidaya ikan
lele karena dapat menyebabkan kematian serta telah menimbulkan kerugian ekonomi
yang tidak sedikit.
Trichodiniasis (infeksi Trichodina
spp) adalah salah satu organisme ektoparasit yang menganggu budidaya ikan lele. Organisme
ini mudah menyerang ikan
yang mempunyai morfologi tubuh lunak, terutama pada ukuran benih dan dengan mudah menyebar di wadah budidaya dengan
kepadatan ikan yang tinggi. Trichodinid biasa
terbawa bersama benih ikan lele ataupun tersisa di air bekas budidaya. Infestasi yang parah dapat menyebabkan
kematian massal.
Trichodiniasis
Trichodina (Gambar 1) adalah jenis
Protozoa yang termasuk ektoparasit pada ikan. Bentuk trichodina bulat dengan diameter
sekitar 15 mikron. Bila dilihat dari samping bentuknya mirip bel sepeda, bila dilihat dari bawah disekeliling mulutnya yang berada
persis ditengah akan terlihat denticle (semacam gigi gerigi) dan dikelilingi bulu getar. Denticle
ini biasanya berjumlah antara 20- 30 buah dan sering dipakai untuk mengidentifikasi spesies
ini. Parasit ini bergerak
dan menempel dipermukaan tubuh ikan.
Trichodina merupakan parasit yang kosmopolit karena
dapat ditemukan diberbagai tempat, sehingga
tidak heran sering ditemukan menyerang ikan. Ikan yang terserang pada badannya berwarna pucat dan
kadang diikuti dengan perdarahan (
hemarrhage) bila populasi trichodina sangat tinggi akan dapat menyebabkan kematian (Lingga dan Susanto 2003).
Trichodinid dapat menyerang ikan air
tawar dan ikan air laut. Ikan air tawar yang sering terserang trichodinid diantaranya adalah ikan koi, lele dan patin.
Trichodinid menyerang ikan yang mempunyai morfologi badan yang lunak,
biasanya menyerang pada ukuran benih, karena
pada ukuran benih morfologi ikan masih lunak dan sistem kekebalan tubuhnya
masih belum sempurna.
Paci-paci (Leucas
lavandulaefolia)
Tanaman Leucas
lavandulaefolia mempunyai nama lokal yang berbeda di setiap daerah seperti paci-paci
di Sunda (Jawa Barat), sarap nornor di Madura, gofu hairan di Ternate, laranga di daerah Tidore
sedangkan nama daun setan,
lenglengan, lingko-lingkoan, nienglengan atau plengan di Jawa (Anonimous, 2005a).
Klasifikasi tanaman paci-paci menurut Germplasm Resources Information Network Taxonomi (2004) dan Brown (2007) adalah
sebagai berikut :
Dunia :
Plantae
Filum :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Lamiales
Famili : Lamiaceae (alt. Labiatae)
Sub famili :
Lamioideae
Genus :
Leucas
Species :
Leucas lavandulaefolia Smith.
Leucas lavandulaefolia Smith tumbuh liar di sawah,
kebun, tanah kering sepanjang
tepi jalan, tanah terlantar dan kadang ditanam di pekarangan sebagai tanaman
obat. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian kurang dari 1.500 m di atas permukaan
laut. Batang berkayu, tinggi 20-60 cm, berbuku-buku,
bercabang, berambut halus, berwarna hijau. Daun tunggal, letak berhadapan dan
bertangkai. Helaian daun bentuknya lanset, ujung dan pangkalnya runcing, tepi
bergerigi, panjang 1,5-10 cm, lebar 2-10 mm, warnanya hijau tua pada bagian atas dan berwarna hijau muda pada
bagian bawah.
Komposisi sifat kimiawi dan efek
farmakologis daun paci-paci yaitu pahit, pedas, hangat, penenang, antiseptik. Senyawa tanaman ini
juga memiliki sifat sebagai
antidiabetic activity, antimikroba, antiperadangan (antiinflamasi),
sebagai analgesic, antioksidan,
sebagai wound healing activity sehingga mampu mempercepat penyembuhan, antirhematic, hepatoprotective
activity terhadap racun dalam tubuh. Kandungan kimiawi dalam daun
dan akar tanaman Leucas lavandulaefolia yaitu minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin (Anonimous, 2005a), alkaloid dan metanol.
Minyak atsiri memiliki daya
antibakteri disebabkan adanya senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel
bakteri. Senyawa fenolik memiliki daya antiseptik dan sudah dipakai dalam
aplikasi kesehatan
sejak PD II. Substansi fenolik dari minyak atsiri telah diketahui dapat menstimulasi makrofag yang
memiliki efek negatif tidak langsung
terhadap infeksi bakteri dan mencegah infeksi virus. Senyawa fenol memiliki efek inhibtori terhadap bakteri gram positif dan ditemukan memiliki aktivitas antifungi. Senyawa
fenolik minyak atsiri memiliki efek
antiviral, antikoagulan, rodentisida dan secara in vitro menghambat Candida
albicans. Salah
satu senyawa turunan itu adalah
kavikol yang memiliki daya bakterisidal lima kali lebih kuat dibandingkan dengan fenol. Selain
kavikol terdapat pula fenol sederhana
dan asam-asam seperti fenolat, sinnamat dan kaffeat merupakan contoh umum senyawa turunan fenilpropan.
Asam kaffeat bersifat toksik terhadap
virus, bakteri dan fungi. Selanjutnya senyawa
turunan minyak atsiri lainnya adalah katekol dan pirogalol merupakan fenol terhidroksilasi yang bersifat toksik
terhadap mikroorganisme.
Senyawa saponin yang dihasilkan
tanaman paci-paci diketahui memiliki aktivitas antibakteri dan antivirus, mampu meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan penambah vitalitas karena mampu memperbaiki struktur maupun fungsi
selÂsel tubuh. Saponin
sering dimanfaatkan untuk desinfeksi media budidaya sehingga peranannya sebagai
antimikroba sudah teruji.
Alkaloid bersifat toksik terhadap
mikroba sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, sebagai antiprotozoa dan
antidiare, bersifat detoksifikasi yang mampu menetralisir racun. Alkaloid diketahui mampu meningkatkan daya
tahan tubuh. Zat ini akan dibawa aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hasilnya, sel-sel itu menjadi
lebih aktif, sehat dan terjadi perbaikan-perbaikan struktur maupun fungsi.
Kandungan metanol tanaman
paci-paci diketahui bersifat
sebagai antioksidan, antiinflamasi, analgesik dan insektisida. Metanol adalah
salah satu senyawa umum terpenoid yang diketahui bersifat aktif membunuh bakteri, fungi, virus,
dan protozoa. Mekanisme
antimikroba metanol diduga terlibat dalam merusak membran sel mikroba oleh senyawa lipofilik.
Paci-paci merupakan tanaman yang
menggandung anti protozoa. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai
ketinggian kurang dari 1.500 m di atas
permukaan laut . Bila dilihat dari syarat tumbuhnya, tanaman paci-paci dapat di kembangkan di
sebagian besar wilayah di Indonesia. Kurangnya informasi kepada petani ikan
mengenai manfaat paci paci mengakibatkan
tanaman ini dianggap hanya sebagai tanaman liar yang tidak mempunyai
manfaat. Tetapi apabila informasi mengenai manfaat paci-paci dapat dipahami oleh petani ikan maka diharapkan paci paci
menjadi alternatif pengobatan ikan
yang aman, murah dan mudah di dapat. Paci-paci juga telah terbukti dapat
digunakan untuk mengatasi penyakit penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) pada ikan lele (Abdulah, 2008), penyakit mikotik
pada ikan gurame (Suparman, 2005).
Ekstraksi
Paci-paci
Daun paci-paci segar dicuci dengan
air bersih kemudian dikeringkan dalam udara terbuka tanpa terkena sinar matahari langsung.
Tujuan pengeringan adalah untuk
mengurangi kadar air bahan sehingga lebih tahan terhadap aktivitas mikroba,
mempermudah penentuan dosis dan meningkatkan konsentrasi zat aktif pada bahan obat. Proses pengeringan dilakukan dalam
udara terbuka (kering udara) diluar pengaruh cahaya matahari langsung untuk menghindari kerusakan bahan aktif
yang terdapat dalam daun paci-paci. Kemudian dioven selama 15 menit pada suhu 45 oC sampai
kering dan daun mudah dipatahkan. Setelah daun kering, selanjutnya
dihaluskan dengan blender dan kemudian diayak dengan
saringan sampai didapatkan bubuk yang halus. Bubuk daun paci-paci halus disimpan dalam wadah tertutup pada suhu kamar
dan tidak terkena sinar matahari langsung.
Proses ekstraksi dilakukan dengan
melarutkan 20 gram bubuk daun paciÂpaci
dengan akuades steril sampai 200 ml. Campuran antara bubuk daun paci-paci dengan akuades steril dipanaskan pada suhu 90 °C
selama 30 menit. Kemudian hasil seduhan disaring dengan kertas Whatman
No.42 untuk mendapatkan larutan stok ekstrak paci-paci berupa cairan dengan
dosis 100 g/l.
Metode Perendaman
Metode perendaman dilakukan dengan
melakukan pengenceran ekstrak paci-paci untuk berbagai dosis sesuai dengan
perlakuan yang ditetapkan, yaitu Dosis target 2 g/l didapatkan dengan mencampurkan 20 ml
larutan stok dengan 980
ml air.
Setelah didapat larutan dosis yang
sesuai dengan perlakuan maka benih ikan direndam pada larutan ekstraksi dengan
kepadatan 10 ekor per liter selama 24 jam. Dosis perlakuan adalah 0 ; 0,5 ; 1 ; 1,5 : 2 g/l . Dosis
ini mengikuti
pendekatan pada penelitian Suparman 2005 untuk mengendalikan penyakit mikotik pada ikan
gurame.
Sumber: Riki Setiadi, Efektifitas Perendaman 24 Jam Benih Lele Dumbo Clarias sp dalam Larutan Paci-paci Leucas lavandulaefolia terhadap Perkembangan Populasi Trichodina spp. 2008.
dapatin tanaman paci-paci ini dimana ya sekitar jabodetabek...makasih..
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusTerimakasih infonya
BalasHapus