Penetasan telur merupakan salah satu
kegiatan pembenihan yang bertujuan untuk mendapatkan larva. Keberhasilan penetasan
telur dan pemeliharaan larva akan sangat menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan
ikan. Hal ini disebabkan karena larva merupakan salah satu stadia paling kritis
dalam siklus hidup ikan.
Beberapa faktor yang menyebabkan
pemeliharaan larva memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dalam pembenihan
ikan antara lain adalah:
- larva memiliki tubuh dan bukaan mulut yang kecil, sehingga dalam pemberian pakan dan pengelolaan lingkungannya relatif sulit;
- larva membutuhkan pakan alami, sementara itu kegiatan kultur pakan alami juga mengalami tingkat kesulitan yang cukup tinggi.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan
faktor – faktor yang mendukung dalam keberhasilan pemeliharaan larva, seperti
padat penebaran pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas air dan pemberian
pakan yang benar.
Identifikasi Kebutuhan Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
Beberapa hal penting yang harus
diidentifikasi dalam kegiatan penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah :
- Penyesuaian kondisi suhu air media penetasan telur, mulai dari pengukuran kondisi suhu awal sampai dengan pengkondisian penyesuaian suhu yang dibutuhkan. Pemilihan metode pengkondisian penyesuaian suhu yang akan digunakan dan jenis peralatan yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan.
- Penyediaan oksigen terlarut pada air media penetasan telur, mulai dari pengukuran oksigen terlarut awal sampai penyediaan oksigen terlarut yang sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan cara penyediaan oksigen terlarut yang akan digunakan dan jenis peralatan yang diperlukan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan.
- Pencegahan kelebihan amoniak terlarut dalam air media penetasan telur akibat dari proses pembusukan cangkang telur dan telur yang tidak menetas. Pemilihan cara penanganannya dan jenis peralatan yang dibutuhkan disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan keamanan.
- Pengelolaan kualitas air saat pemeliharaan larva, baik suhu, oksigen terlarut, maupun amoniak. Mulai dari pengukuran parameter kualitas air sampai dengan pengendaliaanya, disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan keamanan.
- Pemberian pakan larva awal, meliputi : kapan larva bisa mulai diberi makan, jenis dan bentuk pakan apa yang cocok untuk diberikan, dosis dan frekuensi pemberian pakannya.
Proses Kegiatan Penetasan Telur dan
Pemeliharaan Larva
- Telur hasil proses pemijahan secara buatan
- Menyiapkan media penetasan telur dan pemeliharaan larva (Penyesuaian kondisi suhu dan Penyediaan oksigen terlarut
- Penetasan telur (Penyiponan cangkang telur dan Penyiponan telur yang tidak dibuahi)
- Pemeliharaan larva (Pengelolaan kualitas air dan Pemberian pakan)
- Hasil kegiatan penetasan telur dan pemeliharaan larva (Larva sehat dengan SR 70%).
Pemeliharaan Telur dan Larva
Induk ikan lele yang telah memijah
akan mengeluarkan telurnya pada keesokan harinya. Stadia telur merupakan output
dari aktivitas pemijahan ikan, dimana pada saat menetas berubah menjadi stadia larva.
Telur ikan lele bersifat melekat (adesif) kuat pada substrat, karena telur ikan
lele tersebut memiliki lapisan pelekat pada dinding cangkangnya dan akan
menjadi aktif ketika terjadi kontak dengan air, sehingga dapat menjadi
rusak/koyak ketika dicoba untuk dicabut.
Kekuatan pelekatan tersebut akan
menjadi berkurang sejalan dengan perkembangan telur (embriogenesis) hingga
menetas. Oleh karena itu, untuk mengurangi faktor kerusakan/kegagalan telur
dalam proses penetasan, induk ikan lele yang telah memijah diangkat dan dimasukkan
ke dalam wadah pemeliharaan induk kembali.
Telur – telur ikan lele yang telah
terbuahi ditandai dengan warna telur kuning cerah kecoklatan, sedangkan telur –
telur yang tidak terbuahi berwarna putih pucat atau putih susu. Lama waktu perkembangan
hingga telur menetas menjadi larva tergantung pada jenis ikan dan suhu. Pada
ikan lele, membutuhkan waktu 18 – 24 jam dari saat pemijahan.
a.
Penyesuaian kondisi suhu
Selain oksigen, faktor kualitas air
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan penetasan telur adalah suhu. Sampai
batas tertentu, semakin tinggi suhu air media penetasan telur maka waktu
penetasan menjadi semakin singkat. Akan tetapi, telur menghendaki suhu tertentu
(suhu optimal) yang memberikan efisiensi pemanfaatan kuning telur yang
maksimal, sehingga ketika telur menetas diperoleh larva yang berukuran lebih besar
dengan kelengkapan organ yang lebih baik dan dengan kondisi kuning telur yang
masih besar. Pada ikan lele, suhu optimum yang baik untuk penetasan telur
adalah sekitar 29 – 31oC.
b.
Penyediaan oksigen terlarut
Selama proses penetasannya, telur – telur tersebut membutuhkan
suplai oksigen yang cukup. Oksigen tersebut masuk ke dalam telur secara difusi
melalui lapisan permukaan cangkang telur. Kebutuhan oksigen optimum untuk
kegiatan penetasan telur ikan lele adalah > 5 mg/L. Oksigen tersebut dapat
diperoleh melalu beberapa cara, yaitu
- memberikan aerasi dengan bantuan aerator;
- menciptakan arus laminar dalam media penetasan telur;
- mendekatkan telur kepermukaan air, karena kandungan oksigen paling tinggi berada dibagian paling dekat dengan permukaan air. Selain oksigen, untuk keperluan perkembangan, diperlukan energy yang berasal dari kuning telur (yolk sac) dan kemudian butir minyak (oil globule). Oleh karena itu, kuning telur terus menyusut sejalan dengan perkembangan embrio. Energi yang terdapat dalam kuning telur berpindah ke organ tubuh embrio.
c. Pencegahan serangan penyakit pada telur
Telur – telur ikan lele akan menetas
dalam waktu 18– 24 jam setelah pemijahan terjadi. Embrio terus berkembang dan membesar
sehingga rongga telur menjadi sesak olehnya dan bahkan tidak sanggup lagi
mewadahinya, maka dengan kekuatan pukulan dari dalam oleh pangkal sirip ekor,
cangkang telur pecah dan embrio lepas dari kungkungan menjadi larva. Pada saat
itu telur menetas menjadi larva. Untuk memperlancar proses penetasan, air
sebagai media penetasan telur diusahakan terbebas dari mikroorganisme melalui
beberapa upaya , yaitu
- mengendapkan air untuk media penetasan telur selama 3 – 7 hari sebelum digunakan;
- menambahkan zat antijamur seperti methylen blue , kedalam media penetasan;
- menyaring dan menyinari air yang akan digunakan untuk penetasan dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV);
- menggunakan air yang bersumber dari mata air atau sumur.
Setelah semua telur menetas, maka untuk menghindari adanya penyakit
akibat pembusukan telur yang tidak menetas, kakaban/substrat tempat pelekatan
telur ikan lele diangkat dari wadah penetasan dan untuk memperbaiki kualitas
air pemeliharaan larva, maka dilakukan pergantian air sebanyak ¾ dari volume
wadah. Pergantian air dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi air menjadi baik,
sehingga layak dijadikan sebagai media pemeliharaan larva.
d.
Pengelolaan kualitas air larva
Larva yang telah menetas biasanya
berwarna hijau dan berkumpul didasar bak penetasan. Untuk menjaga kualitas air,
maka sebaiknya selama pemeliharaan dilakukan pergantian air setiap 2 hari
sekali sebanyak 50 – 70 %. Pergantian air ini dimaksudkan untuk membuang kotoran,
seperti sisa cangkang telur atau telur yang tidak menetas dan mati. Kotoran –
kotoran tersebut apabila tidak dibuang akan mengendap dan membusuk di dasar perairan
yang menyebabkan timbulnya penyakit dan menyerang larva. Pembuangan kotoran
tersebut dilakukan secara hati –hati agar larva tidak stress atau tidak ikut
terbuang bersamakotoran.
e.
Pemberian pakan larva
Larva ikan lele hasil penetasan memiliki bobot minimal 0,05
gram dan panjang tubuh 0,75 – 1 cm, serta belum memiliki bentuk morfologi yang
definitif (seperti induknya). Larva tersebut masih membawa cadangan makanan
dalam bentuk kuning telur dan butir minyak. Cadangan makanan tersebut
dimanfaatkan untuk proses perkembangan organ tubuh, khususnya untuk keperluan pemangsaan
(feeding), seperti sirip, mulut, mata dan saluran pencernaan. Kuning telur
tersebut biasanya akan habis dalam waktu 3 hari, sejalan dengan proses
perkembangan organ tubuh larva. Oleh karena itu, larva ikan lele baru akan diberi
pakan setelah umur 4 hari (saat cadangan makanan didalam tubuhnya habis). Pakan
yang diberikan berupa pakan yang memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan
mulut larva agar larva ikan lebih mudah dalam mengkonsumsi pakan yang
diberikan, pakan ikan juga bergerak sehingga mudah dideteksi dan dimangsa oleh
larva, mudah dicerna dan mengandung nutrisi yang tinggi.
Salah satu contoh pakan yang
diberikan pada saat larva ikan lele tersebut berumur 4 hari adalah emulsi
kuning telur. Pada saat lele berumur 6 hari, maka dapat diberikan pakan berupa Daphnia
sp (kutu air),Tubifex sp (cacing sutra) atau Artemia
sp. Pakan tersebut diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 5 kali dalam
sehari dan agar tidak mengotori air pemeliharaan, maka diusahakan tidak ada
pakan yang tersisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar