Selamat Datang di Sangkuriang Mania

Selasa, 13 Agustus 2013

Budidaya Cacing Sutra dari Limbah Budidaya Lele



Dalam budidaya lele, cacing Sutra (Tubifex sp)  sangat dibutuhkan sebagai pakan alami dalam kegiatan unit perbenihan, terutama pada fase awal (larva) karena memiliki kandungan nutrisi (protein 57% dan lemak 13%) yang baik untuk pertumbuhan ikan dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, disamping itu harganya lebih murah dibanding artemia. Sementara ketersediaannya masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dari parit saluran air yang banyak mengandung bahan organik sisa limbah pasar atau limbah rumah tangga yang mengalir di saluran pembuangan. Permasalahannya adalah cacing sutra di alam tidak selalu tersedia sepanjang tahun, terutama pada saat musim penghujan, dimana pada saat itu kegiatan pembenihan lele/patin/gurame/ikan lainnya banyak dilakukan. Bagi daerah diluar pulau Jawa seperi Sumatera, Kalimantan atau daerah lainnya yang banyak kegiatan pembenihan dan pembesaran, tetapi sulit memperoleh cacing sutera, maka budidaya ini perlu menjadi salah satu solusi yang perlu menjadi pertimbangan.

Cacing ini mudah dikenali dari bentuk tubuhnya yang seperti benang sutra dan berwarna merah kecoklatan karena banyak mengandung haemoglobin. Tubuhnya sepanjang 1 – 2 cm, terdiri dari 30 – 60 segmen atau ruas. Berkembang biak pada media yang mempunyai kandungan oksigen terlarut berkisar antara 2 – 5 ppm, kandungan ammonia <1 ppm, suhu air berkisar antara 28 – 30 0C dan pH air antara 6 – 8.

Cacing sutra (Tubifex sp) ini bersifat hermaprodit, pada satu organism mempunyai 2 alat kelamin. Cacing ini dapat dibudidayakan dan digunakan langsung untuk larva ikan. Cacing ini dapat juga di simpan dalam bentuk beku (fresh) maupun kering (oven). Klasifikasi cacing sutera: Phylum: Annelida, Kelas : Oligochaeta, Ordo: Haplotaxida, Famili: Tubificidae, Genus: Tubifex , Spesies : Tubifex sp.

Usaha budidaya cacing ini bermula dari pengalaman SUROTO alias “OTOY” sebagai pembenih sekaligus sebagai pembesaran ikan lele di daerah Kabupaten Pringsewu Propinsi Lampung. Pada saat pemanenan ikan lele konsumsi timbul masalah membuang air limbah organik, air ini ditampung pada kolam yang kurang produktif, air bening pada bagian atas dibuang setelah 2 hari kemudian. Hal ini dilakukan berulang kali setiap panen lele, akhirnya secara tidak sengaja di kolam tersebut mulai muncul cacing yang terus berkembang. Cacing yang ada terus dipelihara dan dibudidayakan sampai saat ini.

Bahan dan ALat

Bahan dan alat yang digunakan adalah:

  • Kolam untuk budidaya cacinig sutera
  •  Air kolam ikan lele yang siap panen 
  •  Paralon untuk pengeluaran air 
  •  Biang/indukan cacing sutera 
  •  Ember plastik, seser, saringan plastik
  • Pompa air/alat untuk memindahkan air 
  •  Baskom penampung

Proses Budidaya

Budidaya Cacing sutra dilakukan secara sederhana sehingga dapat dilakukan oleh Unit Pembenihan Rakyat (UPR). Persyaratan yang harus dipunyai adalah tersedianya limbah air pembuangan dari kolam hasil budidaya/pembesaran ikan Lele yang siap untuk dipanen. Tahapan yang dilakukan sebagai berikut :

  1. PENYIAPAN KOLAM; Kolam yang kurang produktif (tidak dipakai untuk budidaya lele) di areal usaha pembesaran ikan lele dapat diperuntukan untuk budidaya cacing sutera dengan luas 60 – 100 m2 (disesuaikan dengan areal yang ada). Kolam ini dikeringkan dan diolah. Air limbah kolam pembesaran lele diaduk-aduk untuk selanjutnya dimasukkan dengan pompa (dengan menyedot) ke kolam budidaya cacing sutera. Berdasarkan hasil uji sample air kolam ikan lele yang akan di panen (seminggu sebelum panen) oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut Lampung pada bulan Juli 2010, air kolam tersebut mengandung mikro algae : Coelosphacrium sp (1,6 x 103), Lyngbya (2,35 x 103) dan Sprirulina sp (2,25 x 103). 
  2. PENGENDAPAN AIR; Air yang masuk di endapkan selama 3-5 hari, selanjutnya bagian atas endapkan air dibuang/diturunkan mencapai 5 – 10 cm dari permukaan lumpur. Lumpur diratakan dengan sorok/kayu untuk selanjutnya dibiarkan selama beberapa hari. Proses ini di ulangi 2 – 3 kali hingga lumpur halus yang ada di kolam cukup banyak.
  3. PENEBARAN BENIH; Tebar bibit cacing indukan sebanyak 10 gelas (2-3 liter), kemudian diairi dengan ketinggian 5-7 cm.
  4. PERAWATAN; Selama masa pemeliharaan cacing, air di usahakan tetap mengalir kecil dengan ketinggian air pada 5-10 cm. Setelah 10 hari biasanya bibit cacing sutra mulai tumbuh halus dan merata di seluruh permukaan lumpur dalam kolam. Ulangi lagi proses penambahan air buangan panen ikan lele ke dalam kolam budidaya cacing sutra maka setelah 2-3 bulan cacing mulai dapat dipanen.

Panen

Cacing akan tumbuh setelah 2 minggu biang cacing sutera ditebar atau > 2 bulan apabila tanpa penebaran biang cacing sutera. Panen pertama dapat dilakukan setelah cacing berumur > 75 hari. Untuk selanjutnya dapt dipanen setiap 15 hari. Ciri kolam budidaya cacing yang siap untuk di panen adalah apabila lumpur sebagai media pemeliharaan terasa kental bila dipegang.

Panen cacing sutera dilakukan pada pagi/sore hari dengan cara menaikkan ketinggian air sampai 50-60 cm agar cacing naik sehingga mudah dipanen. Cacing dan lumpur di keruk/aduk dengan caduk/garu dimasukkan dalam baskom kemudian dicuci dalam saringan. Cacing yang terangkat masih bercampur lumpur, selanjutnya dimasukkan dalam ember/bak yang berisi air dengan ketinggian lebih kurang 1(satu) cm diatas media lumpur. Ember ditutup agar bagian dalam menjadi gelap dan dibiarkan selama 1 – 2 jam. Cacing akan bergerombol diatas media dan dapat diambil dengan tangan untuk dipisahkan dari media/lumpur. Cacing tersebut dimasukkan dalam bak pemberokan selama 10-12 jam. Cacing siap di berikan kepada benih ikan ataupun dijual.

1 komentar:

  1. bagaimana dengan pola kemitraan, misal sy menanam modal dan pembagian hasil dsb dibicaran lanjut. bisakah???

    BalasHapus