Sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia pada umumnya yang memegang adat-budaya dengan berlandaskan kepada
agama Islam, maka perlu rasanya mengkaji Sistem Ekonomi Syariah, khususnya pola
kemitraan bagi hasil sebagai alternatif pemodalan usaha. Pembangunan Ekonomi
harus mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan azas
demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta mampu memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pelaku ekonomi untuk berperan
sesuai dengan bidang usaha masing-masing.
Untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat, dibutuhkan sebuah bentuk kemitraan yang diartikan sebagai
kerjasama pihak yang mempunyai modal dengan pihak yang mempunyai keahlian atau
peluang usaha dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan.
Peran Kemitraan dalam Meningkatkan
Kesejahteraan
Berdasarkan pengalaman sejarah pada
zaman jahiliyah, perdagangan yang melintasi wilayah yang
sangat jauh dan memakan waktu berbulan-bulan, dilakukan secara ekstensif.
Perdagangan ini melibatkan produksi atau impor barang-barang disatu pihak dan
penjualannya atau ekspor di pihak lain. Suatu kombinasi dari beberapa faktor
politik dan ekonomi termasuk kemampuan memobilisasi sumber-sumber daya
finansial yang memadai, merupakan faktor yang bertanggung jawab bagi kemakmuran
ini. Semua faktor ini menyediakan dorongan perdagangan yang besar yang
berkembang mulai dari Maroko dan Spanyol Barat, sampai India dan Cina di timur
Asia. Kemakmuran ekonomi dalam dunia islam telah memungkinkan terjadinya suatu
pengembangan keahlian industri yang memiliki nilai seni tiada bandingnya.
Mudharabah dan syirkah adalah dua metode yang dipakai untuk memobilisasi dan
dikombinasikan dengan keahlian manajerial dan keusahaan dengan tujuan untuk
ekspansi perdagangan jarak jauh dan mendukung kerajinan dan manufaktur.
Cara-cara ini mampu memenuhi
tuntutan perdagangan dan industri serta menjadikan mereka mampu berkembang
optimal dengan lingkungan teknologi yang berkembang pada waktu itu. Mereka
menjadikan perdagangan dan industri sebagai “keseluruhan mata air
sumber-sumber moneter bagi dunia islam abad pertengahan” dan berfungsi
sebagai suatu cara pembiayaan dan untuk tingkatan tertentu, jaminan ventura
komersial, sebagaimana halnya menyediakan kombinasi keahlian-keahlian yang
diperlukan dan jasa-jasa bagi pelaksanaan perniagaan mereka yang memuaskan.
Esensi kemitraan jika ditinjau dari sudut pandang tujuan perlindungan usaha
adalah agar kesempatan usaha yang ada dapat dimanfaatkan pula oleh yang tidak
mempunyai modal tetapi punya keahlian untuk memupuk jiwa wirausaha,
bersama-sama dengan pengusaha yang telah diakui keberadaannya.
Pada dasarnya kemitraan secara
alamiah akan mencapai tujuannya jika kaidah saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan dapat dipertahankan dan dijadikan komitmen
dasar yang kuat di antara para pelaku kemitraan. Implementasi kemitraan yang
berhasil harus bertumpu kepada persaingan sehat dan mencegah terjadinya
penyalahgunaan posisi dominan dalam persekutuan untuk menghindari persaingan.
Alternatif kemitraan dalam pengembangan usaha kecil dan mikro bukan dimaksudkan
untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan, tetapi justru upaya untuk
peningkatan kemandirian pengusaha kecil dan mikro sebagai pilar dalam
pembangunan ekonomi kerakyatan. Strategi peningkatan skala usaha dan akses
permodalan dengan penyaluran kredit mikro, jika tidak dilakukan dengan konsep
kemitraan sebagaimana mestinya, pada akhirnya malah akan menyisakan masalah
kredibilitas tersendiri.
Dalam konsep kemitraan semua pihak
harus menjadi stake holders dan
berada dalam derajat subyek-subyek bukan subyek-obyek, sehingga pola yang
dijalankan harus dilandasi dengan prinsip-prinsip partisipatif dan kolaboratif
yang melibatkan seluruh stake holders
dalam kemitraan yang dijalankan. Sebagaimana teori sosial pengembangan
masyarakat yang sedang berkembang akhir-akhir ini, maka dalam menetapkan suatu
program pembangunan ekonomi harus memperhatikan faktor-faktor yang berkembang
dan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, adat, budaya, tradisi, moral
dan keyakinan agama yang dianut oleh masyarakat wilayah itu sendiri. Untuk itu
dalam sosialisasi syariah kepada masyarakat, setidaknya terdapat empat peran
penting ulama, yaitu sebagai berikut:
- Menjelaskan kepada masyarakat bahwa ekonomi syariah pada dasarnya adalah penerapan (tathbiq) fiqih mu’amalah maaliyah. Fiqih ini menjelaskan bagaimana sesama manusia berhubungan dalam bidang harta, ekonomi, bisnis, keuangan.
- Mengembalikan masyarakat pada fitrah alam dan fitrah usaha yang sebelumnya telah mengikuti syariah, terutama dalam pertanian, peternakan, perdagangan, investasi dan pengembangan.
- Meluruskan fitrah bisnis yang merusak seperti meluasnya ungkapan “cari duit secara haram susah, apalagi secara halal”. Ini jelas merupakan pola pikir yahudi yang berlandaskan ajaran Machiaveli yang menghalalkan segala cara, tanpa aturan etika dan norma hukum.
- Membantu menyelamatkan perekomian bangsa melalui pengembangan sosialisasi pola kemitraan syariah.
Al-Qur’an sebagai kitab kehidupan
umat manusia
Berbagai konsep kehidupan tertuang dalam Al-Qur’an termasuk konsep kemitraan. Spirit Al-qur’an mengajak kita untuk senantiasa bermitra dengan siapapun. Termasuk bermitra dalam hal berekonomi. Allah dengan rahmat-Nya begitu indah menciptakan keberagaman derajat manusia saling meninggikan. Alangkah akan hancurnya dunia ini bila semua ada dalam keadaan yang sama. Tidak akan ada perasaan saling membutuhkan dan saling menolong. Lewat keberagaman inilah manusia akan melakukan hubungan yang saling membutuhkan. Hubungan tersebut sudah digariskan dalam Al-Qur’an untuk dijalankan. Hubungan yang baik, hubungan yang mendatangkan manfaat. Untuk itu peran apapun yang bersandar pada diri manusia dengan status sosial-ekonominya. Tetaplah jalin kemitraan dengan baik demi kesejahteraan bersama. Semua manusia sama yang membedakan ialah ketakwaannya.
Wallahu alam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar