Seorang wirausahawan harus memiliki jiwa komitmen
dan tekad yang bulat didalam mencurahkan semua perhatianya pada usaha yang akan
digelutinya, didalam menjalankan usaha tersebut. Seorang wirausahawan yang
sukses terus memiliki tekad yang mengebu-gebu, menyala-nyala (semangat tinggi) dalam
mengembangkan usahanya. Ia tidak setengah-setengah dalam berusaha, berani
menanggung resiko, bekerja keras, dan tidak takut menghadapi tantangan-tantangan
yang ada di pasar.Tanpa usaha yang
sungguh-sunguh terhadap pekerjaan yang digelutinya maka wirausahawan sehebat
apapun pasti menemui kegagalan dalam usahanya. Oleh karena itu penting sekali
bagi seorang wirausahawan untuk komit terhadap usaha dan pekerjaannya.
Rasulullah
SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja
bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan
Allah SWT. Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika
itu Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," tanya Rasul kepada Sa'ad.
"Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena
aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang
menjadi tanggunganku". Seketika itu beliau mengambil tangan Sa'ad dan
menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh
api neraka".
Dalam
kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat
Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas.
Para sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja
semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah
baiknya." Mendengar itu Rasul pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk
menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fisabilillah; kalau ia
bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah
fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak
meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR Ath-
Thabrani).
Thabrani).
Bekerja
adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah
ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan
dari kerja. Bukankah Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya?
Tidak berlebihan bila keberadaan seorang manusia ditentukan oleh aktivitas kerjanya. Allah SWT berfirman: , "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib manusia sebelum mereka mengubah apa yang ada pada dirinya. (QS Ar-Ra'd [13]: 11). Dalam ayat lain diungkapkan pula: “dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS Al-Najm [53]: 39).
Kisah
tadi menggambarkan betapa besarnya penghargaan Rasulullah SAW terhadap kerja.
Kerja apapun itu selama tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan agama.
Demikian besarnya penghargaan beliau, sampai-sampai dalam kisah pertama,
manusia teragung ini "rela" mencium tangan Sa'ad bin Mu'adz
Al-Anshari yang melepuh lagi gosong. Rasulullah SAW, dalam dua kisah tersebut,
memberikan motivasi pada umatnya bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan
termasuk bagian dari jihad.
Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos kerja islami, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau menjalankan peran-peran dalam hidupnya. Ada lima peran penting yang diemban Rasulullah SAW, yaitu :
Pertama,
sebagai rasul. Peran ini beliau jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu
tersebut beliau harus berdakwah menyebarkan Islam; menerima, menghapal,
menyampaikan, dan menjelaskan tak kurang dari 6666 ayat Alquran; menjadi guru
(pembimbing) bagi para sahabat; dan menjadi hakim yang memutuskan berbagai pelik
permasalahan umat-dari mulai pembunuhan sampai perceraian.
Kedua,
sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen. Tatkala
memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik
"negara-negara sahabat". Rasul pun harus menata dan menciptakan
sistem hukum yang mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur
perekonomian, dan setumpuk masalah lainnya.
Ketiga,
sebagai panglima perang. Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin
pertempuran melawan kafir Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus
mengorganisasi lebih dari 53 pasukan kaveleri bersenjata. Harus memikirkan
strategi perang, persedian logistik, keamanan, transportasi, kesehatan, dan
lainnya.
Keempat,
sebagai kepala rumahtangga. Dalam posisi ini Rasul harus mendidik,
membahagiakan, dan memenuhi tanggung jawab-lahir batin-terhadap para istri
beliau, tujuh anak, dan beberapa orang cucu. Beliau dikenal sebagai sosok yang
sangat perhatian terhadap keluarganya. Di tengah kesibukannya Rasul pun masih
sempat bercanda dan menjahit sendiri bajunya.
Kelima,
sebagai seorang pebisnis. Sejak usia 12 tahun pamannya Abu Thalib sudah
mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri yang saat ini meliputi
Syria, Jordan, dan Lebanon. Dari usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa
tersulit dalam perjalanan bisnis Rasul karena beliau harus mandiri dan bersaing
dengan pemain pemain senior dalam perdagangan regional. Usia 20 hingga 25 tahun
merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan
"terpikatnya" konglomerat Mekah, Khadijah binti Khuwailid,yang
kemudian melamarnya menjadi suami. Afzalurrahman dalam bukunya, Muhammad
Sebagai Seorang Pedagang (2000: 5-12), mencatat bahwa Rasul pun sering terlibat dalam
perjalanan bisnis ke berbagai negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain. Dan
beliau mulai mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar